Memang, tidak semua bassist handal kalah pamor dari instrumentalis lainnya. Diantara mereka yang sedikit itu, terdapat nama : Geddy Lee (Rush), Paul McCartney (The Beatles), juga Gordon Summer a.k.a Sting dari The Police. Hanya saja, banyak juga yang bilang, popularitas mereka itu dikarenakan selain bermain bass, merekapun memang nyambi atau jadi lead-vocalist kelompoknya. Lantas, apakah ada bassist yang benar-benar murni bermain bass, handal permainannya, menonjol karakternya, sehingga punya pamor dan sama-sama populer dengan instrumentalis lainnya ?
Mereka yang beranjak remaja pada awal 90-an, terutama mereka yang berasal dari Indonesia, akan menjawab satu nama saja : Billy Sheehan dari kelompok Mr.Big, ketika disodori pertanyaan diatas. Bassist yang tahun 2009 ini memasuki usia 56 tahun itu, memang tak punya tanding dalam hal kesetaraan skill dan popularitas dari bassist-bassist kelompok musik rock lain pada awal 90-an. Di era kejayaan Hard Rock, Heavy Metal, Glam Rock dan Trash Metal tersebut, memang ada nama-nama bassist rock handal seperti : James LoMenzo (White Lion), David Ellefson (Megadeth), Billy Gould (Faith No More), Jason Newsted (Metallica), Brian Wheat (Tesla), Alec Jon Such (Bon Jovi) atau Nikki Sixx (Motley Crue). Tak ada satupun yang mampu menyetarakan antara skill dan pamor, atau antara karakter dan derajat kepopulerannya dengan personil satu kelompok, dibandingkan Billy Sheehan. Kalaupun ada yang bilang Nikki Sixx juga punya derajat kepopuleran yang sama, namun itu lebih karena penampilan dan sensasi kehidupan pribadi para punggawa Motley Crue, yang memang hingga detik ini menyandang citra :“Bad Boys”. Billy Sheehan jelas berbeda dari Nikki Sixx. Billy populer karena skill dan teknik-nya yang dikenal publik rock sebagai teknik “Lead-Bass”, sampai-sampai karena kehandalannya tersebut ia punya pamor sejajar dengan rekannya di Mr.Big, Paul Gilbert, yang juga tercatat dalam sejarah rock sebagai salah seorang guitar virtuoso. Bahkan, dibanding Eric Martin, sang vokalis dan frontliner Mr.Big, polling salah sebuah majalah online, Rocka-Rolla, menunjukkan : Billy lebih identik dengan Mr.Big dan juga lebih populer. Padahal, lazimnya dalam sebuah kelompok musik, pamor seorang vokalis mengalahkan pamor personil lainnya.
**
Sebagaimana rata-rata musisi bass kenamaan, Billy Sheehan berkenalan dengan musik lewat perantara gitar akustik. Penganut kepercayaan Scientology ini, secara intensif meminjam gitar akustik mirip saudarinya, yang kebetulan jarang dimainkan. Disaat merasa sudah terampil memainkan gitar akustik, Billy mengutarakan niatnya kepada sang nenek, untuk membeli sepucuk gitar elektrik. Hasrat penggemar berat Jimi Hendrix ini ditolak mentah-mentah oleh sang nenek, empu dari rumah tempat Billy menghabiskan masa kecil menuju remajanya. Billy muda yang kendati menggandrungi musik rock namun sangat menghormati orangtua ini, dengan sukarela mengurungkan niatnya, apalagi setelah sang nenek menghardik,”Kalau kamu mau menyimpan gitar listrik di rumah ini, maka langkahi dulu mayat saya !” Selama sang nenek hidup, kenang Billy Sheehan,”...selama itu pula aku menahan niatku membeli gitar listrik.” Tak lama setelah kejadian yang sangat berkesan di hati Billy itu, sang nenekpun meninggal dunia. Sedikit satir dan ironis memang, ketika Billy menggunakan beberapa lembar uang asuransi jiwa sang nenek, untuk membeli gitar listrik pertamanya. Namun tak lama dari itu juga, Billy terpikat model Fender Precision Bass yang digunakan Tim Bogert, bassist senior dari kelompok Vanilla Fudges. Dengan modal sepucuk gitar listrik bekas, ditambah sisa uang asuransi jiwa sang nenek, Billy membeli sepucuk bass elektrik merk Hagstrom yang menurutnya mirip dengan bass milik Tim Bogert, namun sedikit lebih murah harganya.
Ketika jari-jarinya kian kuat dan skill-nya kian mumpuni, Billy membentuk kelompok rock berformat trio bernama Talas, bersama dua rekannya sesama musisi berbakat NYC : Dave Constantino dan Paul Varga. Dave adalah salah seorang gitaris Blues Rock yang sangat disegani di New York bagian barat, terutama setelah ia merilis hits regional, “A Thing Of The Past”, bersama kelompok pertamanya The Tweed, pada tahun 1967. Paul Varga, drummer Talas, juga dikenal sebagai musisi berbakat yang tersohor diseantero regional sebagai “Keith Moon From Western New York”. Trio ini sempat menelurkan dua album yang terhitung sukses untuk lokal Amerika Serikat. Hits yang melegenda di scene Western New York dari dua album mereka itu diantaranya adalah : “See Saw”, “My Little Girl”, “Thickhead” dan “Any Other Day”. Sukses lokal Talas membawa mereka tampil sebagai opening act dari band-band yang lebih senior dan punya reputasi internasional. Diantara band-band yang pernah menggunakan Talas sebagai band pembuka adalah Aerosmith, Manfred Mann, gitaris blues Pat Travers, dan grup proyek solo Joe Perry, gitaris Aerosmith.
Kiprah Talas yang bisa dibilang menjadi jalan pembuka bagi Billy Sheehan, dalam mencapai puncak kariernya sebagai salah satu bassist terbaik di dunia adalah, terpilihnya Talas sebagai grup pembuka tour Van Halen. Momen tersebut digunakan oleh Billy untuk menyerap energi kreatif para personil Van Halen, yang memang terdiri dari instrumentalis dan entertainer berbakat. Saat itu, Billy kerap berdialog dan memerhatikan cara-cara Eddie Van Halen, gitaris Van Halen, dalam menguasai instrumen dan merancang aransemen musik. Billy sering juga bertukar pikiran dengan David Lee Roth, vokalis Van Halen, yang kelak tercatat sebagai salah satu vokalis rock dengan performa terbaik di dunia. Pengalaman bersama Van Halen-lah yang kemudian membuat bassist jangkung berjuluk “Billy Boy” ini, punya karakter berbeda dari rata-rata bassist rock sebelumnya, sejamannya ataupun sesudahnya.
Differensiasi dan ciri pertama yang membuat Billy bisa dibilang lebih unggul dari bassist rock lainnya adalah : repertoarnya yang mampu mengawinkan unsur perkusif dengan melodik (chording). Sementara bassist yang tenar sebelum dan sesudah Billy, kebanyakan hanya menggarap atau terpatok pada unsur bassist sebagai pengawal ritem yang perkusif. Ciri kedua yang membuat penggemar berat Jimi Hendrix ini layak disebut sebagai bassist virtuoso adalah : kepiawaiannya memainkan teknik two-handed tapping, yang sebelumnya hanya dikenal atau digunakan sebagai teknik permainan gitar elektrik. Bila Eddie Van Halen yang gitaris mengembangkan teknik ini dari Jimi Page, maka Billy mengembangkan teknik two-handed tapping for bassist ini dari Billy Gibbons, gitaris ZZ Top. Selain dua keunggulan tersebut, kepiawaian Billy diindikatori oleh kehandalannya dalam menerapkan teknik three-finger picking dalam mencabik dawai bass-nya. Ia juga, berbeda dengan bassist-bassist lain, kerap menyajikan sound feedback yang terkontrol, terutama dalam aksi-aksinya diatas pentas. Serupa dengan teknik two-handed tapping, kontrol feedback inipun sebelumnya hanya digunakan oleh para gitaris, bukan para pemain bass.
Kehandalan Billy yang terdokumentasi dalam album, video maupun aksi pentas grup-grup yang pernah diperkuatnya seperti Talas, David Lee Roth Band, Mr.Big dan Niacin, membuat ia berkali menduduki peringkat teratas dalam polling “Best Rock Bass Player” majalah bergengsi Guitar Player. Tak tanggung-tanggung, Billy lima kali terpilih sebagai “Best Rock Bass Player”, dari Readers Poll majalah tersebut. Prestasi itu, dalam sejarah Readers Poll yang diselenggarakan Guitar Player, hanya bisa disamai oleh para legenda rock lainnya, seperti : Jimi Hendrix, Paul McCartney, Geddy Lee bassist Rush, dan Eddie Van Halen. Disamping penghargaan Guitar Player, pada 27 Januari 1999, Billy mencetak tangan dan membubuhkan tandatangannya pada media handprints Hollywood Rockwalk yang terletak di bagian Guitar Center, Hollywood, Los Angeles. Reputasi Billy tidak hanya dihargai oleh publik Amerika saja. Majalah Player Magazine, juga majalah heavy metal nomor 1 di Jepang, Burrn !, sempat memberikan penghargaan serupa pasca penyelenggaraan Readers Poll untuk bassist rock terbaik. Billy bahkan sempat diundang juga untuk menerima penghargaan khusus dari insan musik Jepang, berikut penampilan spesial di Budokan Arena, Tokyo, sebuah balai konvensi yang kerap dianggap sebagai tempat penahbisan para seniman, khususnya musisi ternama untuk Asia dan Eropa.
**
Setelah karier gemilangnya sebagai instrumentalis di era 80 awal hingga 90 akhir, Billy Sheehan menapaki kariernya di era millenium dengan penampilannya bersama Mr.Big, dihadapan 40.000 audiens yang memadati Osaka Dome, Jepang. Setelah konser yang rekamannya menjadi salah satu best-selling album di era millenium awal itu, Billy mengemas semua talenta, skill dan pengalamannya dalam solo album pertamanya, Compression, yang dirilis pada 25 April 2001. Billy menulis lagu, bernyanyi, memainkan gitar 12-senar juga gitar 6-senar, memainkan bass, serta merancang aransemen perkusi menggunakan software drum programming. Kejutan di album ini, selain materi solo album yang mengetengahkan sisi personal Billy secara total, adalah penampilan Steve Vai dan Terry Bozio dalam lagu “Chameleon”. Hal ini menjadi teramat istimewa bagi para penggemar dan kritikus musik, mengingat momen kolaborasi Billy dan Stevie pada nomor “Chameleon” itu, adalah kolaborasi pertama setelah mereka berpisah dari David Lee Roth Band.
Kiprah solo Billy tidak menyurutkan niatnya untuk terus eksis bersama dua kelompok yang dibesarkannya, Mr.Big yang beraliran Rock dan Niacin yang beraliran Jazz. Hasrat Billy untuk memainkan sesuatu yang berbeda dan mencoba sesuatu yang baru selama ia mampu mencabik dawai bass-nya, terus terpelihara walaupun ia kini telah menjejak usia 56 tahun. Bersama Niacin-nya, Billy bahkan terus berkreasi untuk menciptakan sebuah New Musical Movement. Dengan dibantu oleh Dennis Chamber, maestro jazz drumming yang terkenal karena skill dan reputasinya di kelompok Funkadelic, Steely Dan dan Mahavishnu Orchestra, dan personil Niacin lainnya, kibordis John Novello, Billy Sheehan masih terus bereksperimen dan meliarkan akal kreatifitasnya